Rabu, 14 Maret 2018

tari makan sirih

1. Sejarah Tari Makan Sirih 

Sejarahnya, pada tahun 1957 di Pekanbaru terjadi musyawarah pembakuan tari persembahan, yang menampilkan tarian-tarian dan lagu-lagu Melayu Riau, seperti Tari Serampang Duabelas, Tari Mak Inang Pulau Kampai, Tari Tanjung Katung dan Tari Lenggang Patah Sembilan.
Berdasarkan musyawarah itu kemudian mengolah sebuah tari untuk persembahan kepada tamu-tamu, maka terciptalah Tari Makan Sirih yang kini menjadi tari persembahan yang diciptakan oleh seniman-seniman Riau.
Sosialisasi Pembakuan Tari Persembahan ini dilakukan agar dikenal oleh lapisan masyarakat Riau. Penari Tari Makan Sirih ini harus memahami istilah-istilah khusus dalam tarian Melayu, seperti igal (menekankan pada gerakan tangan dan badan), liuk (gerakan menundukkan atau menganyunkan badan), lenggang (berjalan sambil menggerakkan tangan), titi batang (berjalan dalam satu garis bagai meniti batang), gentam (menari sambil menghentakkan tumit kaki), cicing (menari sambil berlari kecil), legar (menari sambil berkeliling 180 derajat), dan lainnya (Sinar, ed., 2009).

Tari Makan Sirih adalah kreativitas orang Melayu untuk menyambut tamu dan menghormatinya.

IMG_5341K

2. Penari Dan Busana

Tari persembahan merupakan tari Melayu yang biasa dipentaskan untuk menyambut kedatangan tamu agung. Tari ini dibawakan oleh 5-9 orang (dan seringnya berjumlah ganjil) dengan satu orang yang dianggap spesial karena membawa tepak sebagai persembahan kepada tamu.
Filosofi pemberian tepak yang berisi sirih ini sangat tinggi. Karena apabila tamu yang diberi sirih tidak mengambil (memakannya) maka dianggap tidak sopan. Bahkan pada zaman kerajaan dahulu, raja akan murka bila sirih tersebut tidak dimakan.
Gerak tari persembahan sangat sederhana, bertumpu pada gerakan tangan dan kaki. Gerakan menunduk sambil merapatkan telapak tangan merupakan bentuk penghormatan kepada para tamu yang datang. Tari Makan Sirih pada umumnya ditarikan oleh kalangan remaja.
Namun, pada perkembangannya tari ini juga dapat ditarikan oleh yang lebih tua. Para penari mengenakan baju yang biasa dipakai mempelai perempuan, yaitu baju adat yang disebut dengan baju kurung teluk belanga.
Pada bagian kepala, terdapat mahkota yang dilengkapi dengan hiasan-hiasan berbentuk bunga dan pernak-pernih lain seperti dokoh, anting, gelang. Sementara bagian bawah tubuh para penari dibalut oleh kain songket berwarna cerah.

Sumber;Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar